16 Feb 2019

Sirup Wedang Secang Yangti, Siap Bersaing dengan Minuman Masa Kini



Bermula dari hobi menikmati wedang secang, kemudian tercetuslah ide untuk membuat produk yang lebih praktis. Berbekal resep dari sang Ibu, Andrianto Soeristyo Soerahmad ini mengkreasikan bahan baku wedang secang yang terdiri dari kayu secang yang diserut, tangkai serai, dan jahe yang dimemarkan hanya menjadi formula berbentuk cairan berupa sirup.

Sehingga bagi yang ingin menikmatinya tidak perlu repot dan hanya menambahkan air. Ide tersebutpun berkembang, dan ia jadikan usaha hingga saat ini.

”Setiap ingin membuat wedang secang itu repot, belum lagi ketika sudah diseduh pasti ada ampasnya. Produk yang tersedia di pasaran juga kebanyakan tidak praktis, bahannya harus di keringkan dulu, kesannya ribet. Kalau mau disajikan dalam bentuk yang segar tapi ribet. Saya punya ide kenapa tidak dibuat masternya saja berbentuk cairan yang hanya diseduh pakai air dan bisa langsung di miunum, kan praktis,” ungkapnya.

Dari pengalamannya itulah, pria yang akrab disapa Andri ini membuat ramuan sirup wedang secang yang berbahan dasar dari secang dan jahe asli. Mungkin, bagi penikmat akan merasakan sensari rasa yang sedikit unik. Karena Andri menambahkan beberapa rempah lain sehingga rasanya nikmat dan pas.

”Dari November 2017 lalu itu saya mencoba membuat dan mengemasnya serta saya coba tawarkan ke tetangga dan teman-teman untuk mengicipi terlebih dahulu. Sirup wedang secang yang saya buat ini selain praktis juga bisa dihidangkan dingin maupun hangat. Cocok juga dicampur dengan teh, kopi maupun susu, rasanya lebih nikmat,” jelasnya.

Bermula Membuat Hanya 10 Botol per Hari

Pria asal Sidoarum, Godean ini memulai usaha yang ia beri nama Sirup Wedang Secang Istimewa Yangti ini dengan membuat 10 botol setiap harinya sebagai test pasar. Pemasaran dimulai dengan menawarkannya ke tetangga sekitar dan juga relasinya. Respon positif dari konsumen, membuat Andri semakin mantab melanjutkan usaha yang ia rintis mulai dari dapur rumahnya tersebut.

Alhamdulillah, meski masih skala kecil saat ini bisa produksi optimal 40 botol setiap harinya,” terang Andri ketika ditemui di sela-sela Expo UKM Istimewa 2019.

Dari 40 botol tersebut, Andri mencoba menawarkannya ke beberapa daerah sekitar DI Yogyakarta. Berbekal keilmuan pemasaran yang ia peroleh dari keikutsertaannya tergabung dalam anggota PLUT KUMKM dan Forkom Godean, Andri mulai memperluas pemasaran Sirup Wedang Secangnya.

Mengutamakan Kualitas Produksi

Sejak awal ingin merintis usaha Sirup Wedang Secang, Andri berupaya menemukan formula yang pas dan tahapan produksi yang memenuhi standar. Diantaranya yaiu, tentang kualitas produksi yang distabilkan.

Baginya kualitas adalah hal utama dari suatu produk apalagi yang dikonsumsi. Ia pun melakukan uji resep hingga tiga bulan lamanya. Tahap selanjutnya, yaitu kemasan yang akhirnya ia memutuskan menggunakan botol plastik yang berkualitas.

”Kemudian memikirkan kemasan dan merk. Kemasan label hingga saat sedang pengembangan. Karena juga tengah merencanakan kemasan premiumnya,” katanya.

Sirup Wedang Secang Istimewa Yangti yang dibanderol harga Rp 15 ribu – Rp 17 ribu per botolnya ini, sangat menerapkan Standart Operating Prosedure (SOP) produksi, agar kualitas senantiasa terjaga. Jika sudah kontinyu Ia yakin kuantitas akan mengikuti. Sirup Wedang Secang Istimewa Yangti berani menjamin berkualitas premium, dan hanya tahan tiga bulan di suhu ruang dan enam bulan jika disimpan di lemari pendingin.

”Kelebihan produk kami tanpa adanya bahan tambahan pangan. Kami tidak menggunakan pewarna, pengawet, dan perasa. Jadi aman dikonsumsi anak-anak hingga orang tua. Selain itu juga keunggulan produk kami bersih, tidak ada ampasnya, menggunakan gula asli. Jika ada yang tidak puas, kami menggransi dengan mengganti yang baru,” terangnya.

Beruntung Tergabung di PLUT dan Forkom Godean

Andri mengaku, memiliki rasa keingintahuan yang lebih. Terlebih sebagai usaha pemula, yang masih terbatas keilmuannya Andri pun mencari wadahnya. Ia pun mulai mencari informasi ke DinasKoperasi dan UKM dan datang ke PLUT mendaftarkan diri sebagai anggota. Dari PLUT KUMKM DIY, Ia pun diarahkan juga agar tergabung dalam Forum Komunikasi Godean. Yang menjadi wadah para pengusaha tingkat kecamatan.

”Sangat membantu sekali, kami para UKM apalagi yang sedang merintis. Karena dibekali ilmu tentang membangun, mengelola, hingga pemasaran. Dan dengan tergabung di Forkom Godean, jadi mendapat kemudahan mengurus IUMK, dan enam bulan selanjutnya mendapat izin edarnya berupa P-IRT. Ke depan ini dari pihak Forkom dan PLUT rencananya akan membantu dalam pengurusan HAKI dan Sertifikasi Halal,” ujarnya senang.

Dengan tergabung di PLUT KUMKMDIY dan Forkom Godean, Andri merasa dibimbing, terus disemangati antar anggota dan pengusaha. Sehingga tercipta rasa optimistis untuk jalan terus mengembangkan usahanya.

”Tak hanya itu, dari sana pula saya mendapat informasi tentang pameran dan bazar seperti sekarang ini yang saya ikuti,” akunya.

Siap Bersaing dengan Minuman Masa Kini

Diakuinya, setelah usahanya memiliki legalitas yang jelas ia pun mendapat kemudahan-kemudahan dalam melakukan pemasaran yang lebih luas. Selain itu, Andri merasa lebih percaya diri, ketika harus bersaing dengan deretan produk minuman masa kini yang jumlah dan variannya sangat beragam.

”Sirup Wedang Istimewa Yangti sudah jadi menu di beberapa rumah makan. Saya juga menitipkan di beberapa toko oleh-oleh,” ujarnya.

Ketika ditanya perihal ‘Jogja surganya kuliner’, Andri mengungkapkan tagline tersebut memang cocok untuk Yogyakarta. Ia melihat dari beberapa rekannya sesama pengusaha dari luar kota Yogya merasa kesulitan produknya masuk di wilayah Yogyakarta. Karena harus bersaing sekian ribu produk, baik yang berasal dari lokal maupun luar Yogyakarta.

”Harus siap berkompetisi, karena untuk masuk ke pasar Jogja itu effortnya luar biasa. Beberapa teman yang ingin memasukan produknya ke Jogja itu effortnya beda dari tempat lain. Mungkin karena saking banyaknya produk yang masuk ke Jogja,” ungkapnya.

Selama ini, tidak ada kendala berarti yang ditemui Andri dalam mengelola usahanya. Hanya saja ia mengaku untuk bahan baku jahe harganya belum stabil karena tergantung musim. Meski begitu, Andri optimistis produknya bisa bersaing dengan ragamnya minuman yang bermunculan saat ini.

”Saya berharap, Sirup Wedang Secang Istimewa Yangti ini bisa go nasional bahkan internasional. Menjadi hidangan minuman yang Priority Class seperti di maskapai penerbangan, kereta api dan sebagainya,” harapnya.

Ayah dua anak ini menambahkan, adanya kegiatan Expo UKM Istimewa 2019 yang diselenggarakan Dinas Koperasi dan UKM DIY ini sangat membantu para UKM untuk memperkenalkan produknya. Namun, ia berharap ke depannya acara ini jika diadakan lagi agar lebih tertata, dan mempersiapkan para UKM binaan yang semakin kreatif, inovatif, dan siap berdaya saing.

”Yang saya rasakan, mungkin kurangnya publikasi dan bertumpuk dengan kegiatan lain. Publikasi terkesan mendadak jadi konsentrasinya kurang. Lokasi sudah oke karena mudah diakses, namun waktunya sedikit kurang pas. Mungkin akan lebih ramai ketika saat liburan,” pungkasnya. (Reporter: titis ayu w)

Expo UKM Istimewa 2019 Pamerkan Produk Khas Yogyakarta

Staff Ahli Muji Raharjo SH., (kedua dari kiri) dan Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) DIY, Ir. Srie Nurkyatsiwi MMA., (kedua dari kanan) bersama staffnya melakukan pemotongan bunga tanda dibukanya Expo UKM Istimewa 2019 di Gedung PLUT KUMKM DIY, Kamis (14/2). (Foto: @titisayuw)


Yogyakarta -  Dinas Koperasi dan UMKM DIY menggelar pameran Expo UKM Istimewa 2019 di Gedung Dinas Koperasi UKM DIY. Pameran yang diikuti sejumlah pelaku UKM binaan ini berlangsung Kamis - Sabtu (14-16/2). Berbagai produk kuliner, kerajinan, dan fashion khas masing-masing kabupaten dan kota DIY ditampilkan di halaman Gedung CIS PLUT KUMKM Dinkop UKM DIY Jl. HOS Cokroaminoto 162.

Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) DIY, Ir. Srie Nurkyatsiwi MMA., menuturkan diadakannya pameran ini merupakan salah satu agenda dari Dinas Koperasi dan UKM DIY.

Para peserta pameran yang terdiri dari UKM binaan diberikan wadah untuk memamerkan produknya agar produsen dapat mengetahui kebutuhan pasar secara langsung. Adanya komunikasi antar konsumen dan produsen, sebagai bahan evaluasi ke depan agar semakin baik dan berkualitas.

”Expo UKM Istimewa ini pertama diselenggarakan, dan kami berharap akan menjadi agenda rutin. Setiap kabupaten ada perwakilan usaha binaan yang memamerkan produk khas tiap-tiap kabupaten DIY. Hingga banyak ragam aneka produk yang ditawarkan,” ungkap Srie saat sambutan acara Expo UKM Istimewa 2019 di panggung utama, Kamis (14/2).

Srie memaparkan, meskipun kini tengah ramai pasar online, tetapi UKM tetap membutuhkan pemasaran offline. Agar adanya pertemuan langsung antar produsen dan konsumen, terbangun komunikasi serta adanya kritik membangun untuk produsen agar produknya benar-benar tepat sasaran.

”Pihak dinas mudah untuk membuat pameran semacam ini. Tetapi yang terpenting adalah hasil terselenggaranya acara tersebut. Dampak atau pembelajaran apa yang diperoleh oleh pihak penyelenggara maupun para pelaku usaha. Kami berharap, adanya rangkaian acara dalam penyelenggaraan expo kali ini terjalin hubungan baik antar pemerintah dan pelaku,” jelasnya.

Acara yang terdiri dari 35 stand, yang terdiri dari 30 support dari anggaran pihak dinas dan sisannya mandiri serta sponsor pihak lain. Expo juga dimeriahkan dengan panggung kesenian, senam rakyat, berbagai tema talkshow, lomba blog dan fotografi, pembagian doorprize, serta voucher belanja.
Staff Ahli Muji Raharjo SH., dan Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) DIY, Ir. Srie Nurkyatsiwi MMA., foto bersama dengan para wanita wirausaha Yogyakarta.

Penyelenggara juga membuka pelayanan konsultasi bagi pelaku usaha, dan calon pelaku usaha. Hal terebut tentu saja bertujuan untuk menarik lebih banyak pengunjung Expo serta menunjukkan ‘Menjadi Entrepreneur Itu Keren’. Srie berharap, ke depan Expo UKM Istimewa tetap diselenggarakan dan sebagai agenda rutin. Diselenggarakan lebih ‘Wow’ lagi, sehingga dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak terkait.

Dikesempatan yang sama, Staff Ahli Muji Raharjo SH., mewakili Sekretaris Daerah DIY Ir. Gatot Saptohadi dalam sambutannya mengatakan, pameran ini sebagai bukti nyata kinerja dalam kegiatan pemberian usaha, pelatihan-pelatihan peningkatan kapasitas para pelaku usaha, sebagai upaya menjamin berkelanjutan pelaku usaha dan pengrajin berskala kecil dan menengah dapat maju dan berkembang.

”Saya percaya para peserta pantang menyerah dalam keadaan dan semangat untuk meningkatkan hasil produksinya. Kami berharap para pelaku usaha lebih berdaya guna, tangguh dalam menghadapi berbagai kemungkinan, termasuk pasar global dan daya saing semakin berat,” tutur Muji.

Muji menjelaskan, pameran ini sebagai peluang dan kesempatan peningkatan pengelolaan organisasi usaha, pasar dan jejaring sebagai paya peningkatan usaha. Dalam pameran ini diharapkan, pelaku usaha dapat menunjukkan, memperagakan produknya agar lebih dikenal masyarakat luas. Pameran ini juga sebagai sarana menemukan produsen dan konsumen untuk sama-sama tahu.
Ragam kuliner, fashion, dan kerajinan khas Yogyakarta hasil para tangan kreatif UKM Yogyakarta turut dihadirkan di Expo UKM Istimewa 2019. (Foto: @titisayuw)
 
”Dengan begitu, pengrajin atau produsen bisa memperoleh ide-ide baru. Kita harus bekerja lebih baik, kreatif, dan inovatif serta mengikuti perkembangan zaman. Ikuti isu-isu perdagangan baik nasional maupun internasional. Dan ciptakan produk yang ramah lingkungan, daftarkan merk atau brand yang kita hasilkan, hal tersebut sebagai dukungan menumbuh kembangkan UKM,” lanjutnya.

Ia menambahkan, Expo UKM Istimewa 2019 ini bisa dikatakan sebagai rangkaian acara Jogja Heboh. Pihak dinas yang mendukung acara tersebut, berharap dapat bersinergi satu sama lain untuk kegiatan wisata dan perekonomian DIY.

”Sebenarnya Expo UKM Istimewa ini kami jadwalkan di April mendatang, namun berhubung adanya Jogja Heboh yang berlangsung selama Februari ini, maka kami ajukan. Ke depan kami akan menyelenggarakan di tempat-tempat yang strategis, agar masyarakat mudah dengan sendirinya mengetahui. Jadi, kita yang mendekatkan diri, bukan masyarakat yang kita undang,” pungkasnya. (Reporter: @titisayuw)

12 Feb 2019

Dosen Muda, Silahkan Coba Tips Produktif Menulis Ini

Anik Andriani S.Kom., M.Kom.,dosen Sistem Informasi Universitas BSI Yogyakarta. (Foto: Titis Ayu W.)


Menulis bagi dosen muda Anik Andriani S.Kom., M.Kom., merupakan suatu keharusan. Apalagi jika berprofesi  sebagai seorang dosen. Ilmu-ilmu baru, temuan atau bahkan inovasi dapat segera dipublikasi dan diabadikan lewat tulisan. Baik berupa buku, jurnal, atau prosiding.

Profesinya sebagai dosen sedikit banyak karena termotivasi dengan sosok Romi Satria Wahono yang merupakan pendiri ilmukomputer.com yang sekaligus dosennya ketika menempuh kuliah di Nusa Mandiri, Jakarta. Anik mengaku termotivasi dengan sosok tersebut karena Romi memiliki prinsip ”Setiap hari minimal makan dua buku”.

”Jadi setiap mahasiswa presentasi, beliau tahu buku apa yang menjadi panduan atau referensi yang dipakai mahasiswa tersebut. Beliau tahu buku apa, halaman berapa. Saat di kampus beliau juga begitu disegani. Bukan karena sebagai dosen killer, tapi karena ilmu yang dimilikinya. Sehingga saya ingin seperti Pak Romi, disegani karena keilmuan yang saya miliki,” ucapnya.

Maka, untu memperoleh keilmuan itu tentunya harus didukung dengan giat membaca, belajar, penelitian, dan menulis. Memahami betul akan kebutuhannya sebagai dosen yang diwajibkan meng-update keilmuan dan menyebarluaskannya melalui tulisan, Anik pun memiliki strategi untuk menulis.

Saat ini, Anik tengah menunggu buku ke-3 nya terbit. Sebelumnya ia telah menulis tentang ”Membuat Aplikasi Sistem Pakar dengan VB6.0” yang menjadi buku pertamanya yang terbit 2015.
Kemudian Anik menulis ”Manajemen Basis Data; Pemodelan, Perancangan, dan Penerapan” penerbit Deepublish cetak 2016. Dan yang sedang proses terbit ”Desain Database dengan ERD dan LRS” penerbit Graha Ilmu.

Dan berikut tips menulis dari Anik, dosen Sistem Informasi Universitas BSI Yogyakarta;

1.       Motivasi

Baginya adanya niat dan motivasi terlebih dahulu. Anik ingin jika masa usianya telah habis, ada ilmu yang ia tinggalkan di dunia ini berupa buku yang bermanfaat. ”Selain itu memang merasa memiliki kewajiban harus memiliki buku,” katanya.

2.       Sumber Tulisan Bisa dari Bahan Ajar

”Misalnya kita (dosen) mempersiapkan materi untuk bahan ajar, penelitian, saat itulah kita juga sekaligus belajar. Nah dari proses itulah, akhirnya kita bisa paham intisarinya apa dan segera kita tulis biar tidak lupa sekaligus juga bisa jadi bahan tulisan buku,” ungkapnya.

3.       Dari Hasil Penelitian

Menurut Anik, akan lebih mudah jika menulis buku hasil dari penelitian. Selain bisa dijadikan buku juga bisa dipublikasikan sebagai jurnal. ”Kalau mendapat hibah penelitian dari Kemerinstekdikti, hasil penelitian itu diharapkan berbentuk buku atau minimal draftnya jadi,” terang Anik.
Ia melanjutkan, dari penelitian setengahnya bisa dijadikan prosiding untuk diseminarkan, setengahnya lagi dibuat jurnal, dan sisanya lagi bisa dijadikan buku.
Kalau dari aturan resmi dari Kemenristekdikti, dosen belum ada kewajiban menerbitkan buku, tetapi yang wajib adalah penelitian. Tapi diharapkan hasil dari penelitian ya menghasilkan buku,” imbuhnya.

4.       Satu Hari Satu Halaman

Harus memiliki target setiap harinya. Misalnya satu hari menulis satu halaman. Sehingga setiap bulan sudah memiliki paling tidak sekitar 30 halaman. ”Kurun waktu 3 bulan sudah bisa menerbitkan buku. Dari hasil penelitian biasanya lebih mudah kita jadikan buku, atau bahan ajar juga bisa lebih mudah,” jelas ibu dari Khansa Rania Ahmad dan Hafiz Fahreza Ahmad.

Anik mengungkapkan, waktu yang lebih leluasa baginya adalah saat di kantor. Sembari menunggu waktu mengajar, ia pun meng-update wawasannya dengan membaca beberapa buku. Dan agar tidak lupa akan isi yang ia baca, Anik menuliskannya kembali dengan gaya bahasanya sendiri.

”Setelah saya jelas isi buku yang saya baca, kemudian saya tutup. Kemudian saya tulis kembali membuat kesimpulan dan ringkasannya. Nah dari situ bisa jadi buku,” paparnya.

Anik menambahkan, dosen adalah seorang yang membantu mahasiswa dalam mempelajari ilmu yang harus ditemui selama kuliah dan harus bermanfaat bagi orang lain. Memenuhi tridharma perguruan tinggi, salah satunya penelitian dan pengabdian. ”Dosen harus menghasilkan manfaat dari ilmunya,” pungkas Anik. (duniadosen.com/titisayuw)


Perjuangan Rusiana Dibalik Karirnya Sebagai Dosen PBI di Universitas Muria Kudus


Rusiana, S.Pd., M.Pd., memiliki kisah unik dalam perjalanannya mencapai karir sebagai dosen. Bermula dari keinginannya masuk di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) Universitas Muria Kudus (UMK) Jawa Tengah, karena keinginannya untuk bisa dan lancar berbahasa Inggris. 

Ia beranggapan, jika mampu berbicara bahasa Inggris akan mudah memperoleh pekerjaan. Keputusannya pun berubah ketika usai mencicipi ragam pekerjaan hingga menyelesaikan pendidikan S1 nya. Rusiana tak lagi bingung ingin berkarir di bidang apa, ia memutuskan ingin menjadi dosen Bahasa Inggris di kampus almamaternya.

”Memilih karir sebagai dosen karena passion saya berbagi atau sharing ilmu. Passion ini baru saya sadari ketika sudah menjadi dosen, mengajar mahasiswa yang berbeda kelas dan berbeda angkatan, berbeda mata kuliah. Membuat saya menyadari bahwa profesi dosen ternyata dinamis dan menarik. Belajar menjadi sesuatu yang harus tetap dilakukan,” ungkapnya kepada duniadosen.com.

Tak Ada Cita-Cita Jadi Dosen

            Memang tak pernah terbesit di benak Rusiana akan menjadi seorang dosen. Cita-citanya sejak kecil adalah menjadi dokter, kemudian beralih ke perawat. Namun ketika memasuki SMK, jurusan sekretaris pernah memiliki keinginan untuk menjadi karyawan, bekerja di kantoran atau sekretaris. Hingga saat ini, Rusiana mengaku masih bisa menulis stenografi dan sesekali menulis menggunakan stenografi.

            Setelah lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Kudus (SMKN 1 Kudus), Rusiana memang memiliki tekad untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Kuliah. Ya meski memiliki tekad tersebut, namun belum muncul kepastian ingin berkarir di bidang apa. Bahkan sampai ia lulus S1 Pendidikan Bahas Inggris di UMK.

            ”Yang masih bisa saya rasakan adalah semangat untuk kuliah begitu tinggi. Sehingga menurut cerita ibu, saya membeli sepatu baru setelah lulus. Ibu bertanya mengapa saya beli sepatu baru padahal sudah mau lulus. Saya menjawab kalau mau kuliah. ‘Aku mak tratap’ tutur Ibu dalam Bahasa Jawa, yang dalam Bahasa Indonesia kurang lebih artinya saya terhenyak kaget. Akhirnya setelah janji kepada Ibu untuk puasa Senin Kamis dan akan cari part time job, saya berhasil juga mendaftar menjadi mahasiswa PBI FKIP UMK. Saya juga merayu Ayah agar bisa kuliah, maklum Ayah saya hanya seorang PNS di sebuah dinas pemerintahan yang gajinya terkadang minus karena dipotong untuk hutang,” ceritanya.

Motivasi besar keinginan Rusiana ingin berkuliah adalah, kakak sepupunya yang kuliah di Solo pada waktu itu. Adapun motivasi lainnya adalah keinginan mendapatkan pekerjaan yang  baik. ”Keputusan untuk kuliah itu tidak mudah untuk saya dan keluarga, ada beberapa keluarga dan tetangga yang mengatakan bahwa anak perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi karena akhirnya nanti di dapur. Tapi hal itu tidak menyurutkan langkah saya untuk tetap kuliah,” tegasnya.

Lakoni Ragam Pekerjaan Ketika Kuliah S1

Alasannya memilih jurusan Pendidikan Bahasa Inggris cukup sederhana, putri pertama dari empat bersaudara ini ingin bisa berbicara Bahasa Inggris. Ia berpikir praktis, jika mampu berbasa Inggris akan mudah mendapat pekerjaan ketika lulus.

”Hingga saya masuk kuliah, saya baru tahu kalau PBI menyiapkan seorang guru Bahasa Inggris. Setelah menempuh tahun kedua ketiga, saya mulai lancar berbahasa Inggris dan mulai mengajar les Bahasa Inggris di SD dan TK,” kenangnya.

Dengan kemampuan Bahasa Inggrisnya, seolah membenarkan anggapan Rusiana untuk mudah memperoleh pekerjaan. Terbukti, selain mengajar les di semester akhir dan dalam proses menyelesaikan pendidikan strata satunya di PBI UMK pada 2006, ia diterima sebagai tutor Bahasa Inggris di sebuah Bimbingan Belajar ternama di Kudus.

Ragam pekerjaan mau tak mau memang harus dilakoni Rusiana untuk menambah kebutuhan biaya kuliah. Maklum saja, Rusiana anak pertama dan hanya ayahnya saja yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah serta membiayai sekolah ke tiga adiknya.

Rusiana pun menjalani beberapa ragam pekerjaan sampingan lainnya. Diantaranya menjadi sales kunir putih, yang mengaharuskannya mampu melakukan presentasi tentang seputar penyakit kanker. Rusiana pun melakukan presentasinya mulai dari berbagai sekolah, instansi, hingga pertemuan PKK.

”Pekerjaan sampingan lain adalah memberikan les privat, hingga member MLM produk kecantikan yang berbeda,” kisahnya.

Keputusan Berkarir Dosen

Dari sana pula kemampuan public speaking Rusiana terlatih. Rusiana pun semakin percaya diri dan memutuskan untuk mengikuti rekruitmen dosen pada tahun 2007. Meski belum beruntung, pada tahun yang sama pula istri dari Dodi Irawan ini diterima sebagai dosen tidak tetap di PBI UMK.

”Tahun 2009 mengikuti rekruitmen dosen untuk yang kedua kalinya, dan diterima dengan syarat melanjutkan S2 dengan biaya sendiri. Melihat kesempatan tersebut, saya menerima syarat tersebut dan diterima menjadi dosen pada tahun 2009,” ucapnya bangga.

Di tahun yang sama Rusiana kemudian memutuskan menempuh pendididikan S2 nya di Universitas Negeri Semarang (UNNES) dan lulus pada tahun 2011. Ibu dua anak mengungkapkan, dua tahun menjadi tahun yang berat yang harus ia tempuh. Namun, segala beban itu tak lagi dirasakannya ketika semangatnya mulai membara.

”Semangat saya adalah anak saya yang baru berusia 18 bulan. Saya bertekad lulus tepat waktu, dan 2 tahun dengan dukungan suami dan keluarga. Nglaju Kudus ke Semarang dengan kelas terakhir pukul 6 sore, saya selalu pulang kembali ke Kudus dan tidak pernah menginap di Semarang karena anak pertama masih ASI. Pernah karena sudah cukup larut dan agak gerimis saya salah naik bis jurusan Kendal. Untung segera sadar sebelum jauh dari rute yang seharusnya. Deg-deg an juga rasanya,” ujarnya.

Prestasi

Penghoby membaca dan bernyanyi ini cukup merasa bangga, di tahun ke dua berkarir sebagai dosen Rusiana mencetak pretasi. Prestasi pertamanya yaitu ketika papernya diterima untuk dipresentasikan di forum seminar internasional di UNIKA Soegijapranata, Semarang, Jawa Tengah pada tahun 2011. 

Mungkin, bagi banyak dosen yang berpengalaman, hal tersebut bukanlah hal yang istimewa, namun bagi perempuan kelahiran Kudus 11 November 1983 ini, hal tersebut pada waktu itu adalah sebuah prestasi dan kebanggaan sendiri.

”Saya berkesempatan menghadiri seminar internasional dan sharing hasil refleksi pembelajaran tentang multiculturalism dalam speaking class. Dalam seminar tersebut, saya banyak bertemu dan berkenalan dengan dosen-dosen dari universitas-unversitas lain dari Indonesia dan pembicara lain dari luar negeri,” tuturnya.

Hingga sekarang tentu saja sebagai dosen, Rusiana aktif meneliti dan menulis. Karena hal tersebut merupakan kewajiban dosen, yang meliputi; melaksanakan pengajaran, pengabdian, dan penelitian. Menurutnya, yang lebih membahagiakan menjadi seorang dosen adalah ketika mahasiswa mengatakan bahwa mereka senang belajar pada hari itu dan mendapat sesuatu yang bermanfaat pada hari itu.

”Saya hampir tidak pernah lupa menanyakan tentang dua pertanyaan tersebut setiap di akhir kelas. Satu hal lagi, jika bertemu dengan alumni dan mereka mengatakan bahwa saya adalah dosen favorit, itulah prestasi bagi saya. Bagi saya itulah prestasi sesungguhnya, ketika kita bisa menginspirasi dan memotivasi hingga mereka sudah meninggalkan bangku kuliah,” akunya.

Ciri Khas Mengajar dan Inovasi

Setiap dosen pastinya memiliki gaya dan metode pengajaran yang berbeda-beda. Rusiana melakukan ragam inovasi lebih banyak dalam hal pembelajaran. Ia menerapkankan pada beberapa mata kuliah yang ia ampu. Di antaranya, Teaching English to Young Learners, Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Anak-anak, Extensive Reading, dan Vocabulary.

”Dulu sekali saya mengampu mata kuliah Speaking. Contoh-contoh inovasi dalam pembelajaran adalah menggunakan Project-based Learning dalam pembelajaran makul Teaching English to Young Learners,” ungkapnya.

Rusiana memaparkan, metode pengajaran yang ia terapkan kepada mahasiswa dirancang agar tidak membosankan. Yaitu dengan cara mahasiswa membuat lagu, puisi, media, game, buku cerita, dan menggunakannya untuk praktik mengajar anak-anak usia SD di akhir semester. Selain itu metode tersebut juga sebagai pembelajaran Bahasa Inggris di tingkat sekolah dasar.

Selain itu Rusiana bersama rekannya Nuraeningsih pernah mendapatkan hibah dana dari Kemenristekdikti untuk penelitian dosen pemula, dengan topik Penggunaan Permainan Tradisional untuk Mengajarkan Bahasa Inggris SD. ”Memang bukan dana yang besar, namun itu adalah proposal pertama saya dan diterima. Selanjutnya lebih dari  proposal yang saya ajukan dan tidak lolos,” ujarnya sambil terbahak.

Ia melanjutkan, tantangannya saat ini adalah dalam pembelajaran Extensive Reading (ER). Yang merupakan mata kuliah baru, dan baru dua tahun ia ampu. Seperti biasanya, jika mendapat ampuan mata kuliah baru maka ia pun mulai meluangkan waktu untuk belajar lebih.

”Waktunya sering browsing, baca, dan menyiapkan apa saja untuk ‘dimakan’ mahasiswa. Saya join workshop Extensive Reading, bertemu dan sharing dengan dosen-dosen lain dari berbagai kampus di Indonesia dan join asosiasi terkait.  Dari hasil workshop saya merekomendasikan ke Prodi untuk mengadakan buku cerita, graded readers, sebagai bahan bacaan mahasiswa.

Awalnya, Rusiana berpikir bahwa mengajar ER akan sukar, namun ternyata menyenangkan. Aktivitas-aktivitas mahasiswa yaitu membaca graded readers dengan aktivitas setelahnya yaitu membuat jurnal, membuat ringkasan, puisi, membuat akhir cerita yang berbeda, menulis surat ke penulis, bermain peran, memilih bagian favorit dari cerita, dan Sustained Silent Reading (SSR), membaca di dalam kelas.

”Dan saya, bersama mereka membaca. Di akhir semester akan ada festival atau pameran ER yang akan menjadi pembukaan untuk program ER di PBI UMK,” ucapnya antusias.

Ia melanjutkan, mahasiswa akan memamerkan hasil karya mereka selama satu semester dan menampilkan reading poem, storytelling, atau role play. Sejauh ini, itulah inovasi yang ia lakukan, inovasi pembelajaran yang beberapa diantaranya dijadikan penelitian dan sering juga menjadi materi untuk pengabdian masyarakat.

Baginya, pengalaman yang menarik dan akan selalu menarik adalah ketika melaksanakan pengabdian dimana ia bertemu dan berbagi dengan murid atau guru-guru. Juga presentasi dalam seminar nasional maupun internasional dimana ia bisa sharing hasil penelitian atau bertukar pikiran dengan dosen-dosen lain dari berbagai universitas.

”Selain menjadi dosen, saya mempunyai Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) yang saya rintis bersama rekan saya, Bu Neny Suci sejak tahun 2013. Saya merekrut mahasiswa untuk menjadi guru les di LKP saya. Pun saya masih juga mengajar di LKP sebagai usaha untuk memberikan kepada para guru yang notabene adalah mahasiswa saya. Baik sudah lulus maupun belum,” tuturnya.

Tokoh yang banyak menginspirasi Rusiana dalam pembelajaran adalah Dr. Itje Chodidjah, MA. Dari sosok Itje, Rusiana belajar bahwa inovasi dan pembelajaran sebenarnya adalah di kelas-kelas. Maka itulah, meski kini telah menjadi dosen Rusiana tetap mengajar les mulai level TK, SD, SMP, SMA, Mahasiswa dan Umum.

Dalam mengarungi kehidupannya, setiap orang pastinya memiliki motto hidup. Begitu juga dengan Rusiana yang dahulu memiliki motto Hidup adalah Perjuangan. Namun semakin dewasa, ia berpikir bahwa motto tersebut justru membuat hidupnya terasa berat.

”Kemudian saya mendengar motto Agnes Monica; dream, believe, make it happen. Saya merasa cocok dengan motto itu. Jika boleh sama saya suka motto tersebut. Pada intinya saya yakin bahwa mimpi-mimpi yang dihidupkan dan dibawa dalam doa akan menjadi nyata, Insya Allah,” celetuknya.

Dalam karir, Rusiana masih terus menulis artikel hasil penelitian di beberapa jurnal dan prosiding seminar nasional maupun internasional. Selain itu, ia juga masih ingin mengejar mimpinya untuk bisa melanjutkan pendidikan S3, menulis buku, dan ingin menjadi Professor. ”Dan saya ingin terus bisa berinovasi dan menulis di jurnal yang bereputasi,” ujarnya.

Ketika ditanya tentang perkembangan pendidikan tinggi di kota tempat ia mengajar, Ibu dari Mahardika Maulana Irawan dan Maharani Elina Irawan ini mengatakan, geliat pendidikan tinggi di Kudus bisa dikatakan baik. Melihat banyak mahasiswa yang aktif mengikuti program-program PKM yang diselenggarakan Kemenristekdikti. Tak hanya itu, tetapi juga aktif di kampus, baik dalam bidang akademik maupun non akademik.

”Namun budaya akademik dan kiprah mahasiswa masih tampak ‘tenang’ karena mahasiswa yang tidak begitu heterogen. Jadi seolah tidak begitu kompetitif. Kita semua pun harus up to date dan melek teknologi serta literate dalam banyak aspek,” tutupnya. (duniadosen.com/ta)

Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Dosen Gaul Punya Karya


Keputusan untuk berprofesi sebagai dosen bagi Dr. Indiwan Seto Wahyu Wibowo, M.Si., justru muncul saat menjadi jurnalis di Lembaga Kantor Berita Antara Jakarta sejak 1993. Tujuh tahun lebih berkecimpung di dunia jurnalistik, membuatnya merubah haluan karirnya. Ia pun tertarik menjadi dosen di tahun 2001. Indi merasa, dosen  merupakan profesi menantang.

Terbukti, meski usia tak lagi muda Indi dihadapkan tantangan harus mengajar mahasiswa millenial, Indi pun punya trik sendiri. Dosen 53 tahun ini mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman dan membawa dirinya sebagai dosen gaul yang memiliki banyak karya. Sehingga mahasiswanya merasa enjoy diajar olehnya.

”Saya pindah berprofesi dosen karena profesi ini sangat menantang, dan bisa mengembangkan hobi serta kemampuan menulis. Di profesi dosenlah kita bisa mengasah kemampuan dalam dunia tulis menulis. Saya kagum sekali dengan Little John dan Roland Barthes, dosen dan penulis buku terkenal di bidang komunikasi,” papar Indi pada duniadosen.com.

Sebelum akhirnya menjadi dosen tetap Ilmu Komunikasi di Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Jakarta, Indiwan sempat berpindah-pindah tempat mengajar. Mulai dari Universitas Mercubuana Jakarta untuk mata kuliah Penulisan Feature di kelas Sabtu Minggu, karena saat itu ia masih aktif menjadi jurnalis dan diminta menggantikan mengajar seniornya.

Pada 2004 usai lulus dari program magister Komunikasi Universitas Indonesia Indi mulai mengajar di Universitas Moestopo (Beragama) sampai tahun 2009. 

Sempat menjadi Ketua Konsentrasi Jurnalistik pada tahun 2005-2009, dan mengajar untuk mata kuliah Fotografi Jurnalistik dan Pengantar Jurnalistik, dan Metode Penelitian Komunikasi. Kemudian mengajar Investigative Reporting di  London School Public Relations sebagai dosen tidak tetap.

”Sejak 2009 saya pindah ke Universitas Multimedia Nusantara hingga saat ini. Dan saat ini saya sebagai dosen tetap untuk mengajar mata kuliah Teori Komunikasi, Metode Penelitian Komunikasi 2 (Kualitatif), Pengantar Ilmu Komunikasi. Jabatan terakhir saya dan masih saya pegang di kampus ini adalah Ketua Pengabdian Kepada Masyarakat LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat) di tingkat Universitas,” ungkap dosen yang kerap ngevlog ini.

Tak heran dengan pengalamannya tersebut, menjadikan  seorang Indi menjadi dosen gaul yang mudah menghasilkan karya. Lulusan S1 Komunikasi Fisipol Universitas Gadjah Mada pada 1992 ini pun kemudian mengaplikasikan teknologi ke dalam metode pembelajarannya. Begitu disibukkan dengan karirnya, Indi mengaku, pada awalnya sempat merasa terpaksa memilih jurusan Komunikasi.

”Karena jurusan komunikasi adalah pilihan kedua saya saat sipenmaru (seleksi penerimaan mahasiswa baru) pada tahun 1986. Tetapi kemudian menyukai bidang komunikasi. Apalagi karena sesuai dengan hobi saya jalan-jalan, travelling, dan menulis buku,” ujarnya.

Ketertarikannya menjadi seorang pengajar tak terlepas dari sosok-sosok yang berada di sekeliling Indi. Diketahui, nenek Indi adalah seorang mantan guru yang sangat dicintai murid-muridnya. Salah satunya adalah ayah Indi sendiri yang kemudian menjadi menantunya karena menikah dengan ibu kandung Indi.

”Ibu saya hingga di usia senjanya masih aktif mengajar di sekolah menengah atas, sedangkan adik  kandung saya juga seorang guru. Istri tercinta saya, Dr. Yoyoh Hereyah, sebelum menjadi dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Mercubuana Jakarta adalah seorang guru di sekolah menengah. Anak pertama saya juga mengikuti jejak saya, kuliah di jurusan komunikasi di Universitas Gadjah Mada dan sekarang sudah bekerja di BPJS ketenagakerjaan dan ditempatkan di Klaten,” ujar ayah 3 putri ini.

Indi mengaku dalam menjalani karir dosennya, tidak ada kendala berarti yang ia temui. Hal tersebut karena pada dasarnya Indi sosok yang gemar meneliti, dan ada banyak hasil penelitiannya yang ia laporkan saat di asses, demikian pula sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat.

”Karena saya suka menulis buku dan sering tampil sebagai pembicara dalam pelatihan-pelatihan khususnya dalam pelatihan jurnalistik dan public relations. Saya tidak merasa terkendala, mungkin karena saya suka profesi dosen saat ini,” terangnya.

Indi menyebut, tantangan utama dari seorang dosen adalah bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Tetap kreatif dibawah tekanan dan bisa memahami perubahan luar biasa di bidang komunikasi, khususnya menghadapi era disruption dimana profesi-profesi klasik akan makin ditinggalkan digantikan automasi teknologi dan kekuatan mesin/robot.

”Tantangan dosen sekarang adalah bisa dekat dengan  mahasiswa yang sangat berbeda zaman, dan berbeda kebiasaan hidup,” ujar pria kelahiran Tangerang 8 Maret 1966 ini.
Lulusan S3 Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia ini mengatakan, menjadi dosen harus terus belajar, menyesuaikan diri dan mempelajari teknologi yang terkait dengan revolusi industri terbaru. Tidak melihat ke masa lalu, tetapi kreatif menghadapi tantangan dan peluang masa depan.

Indi pun menerapkan teknologi dalam proses mengajarnya. Misalnya dengan setiap tugas dikirimkan via email, dan melakukan modul belajar e-learning untuk bisa mendekatkan diri dengan kebiasaan mahasiswa millenial yang  sangat tergantung dengan smartphone mereka.

”Justru jangan melarang atau mencoba menjauhkan mereka dari gadget, justru dirangkul lewat tugas-tugas yang bisa merangsang mereka untuk tetap kreatif. Meski tidak membuat mereka menjadi kecanduan bahkan ketergantungan berlebihan pada smartphone,” tutur anak pertama dari 3 bersaudara dari pasangan F Toepan (alm) dan Si Soebekti tersbeut.

Trik yang diterapkan Indi sebagai dosen gaul adalah pendekatan klasikan yang harus diubah. Yaitu menjadi Student Learning Center, dimana dosen tidak lagi menjadi satu satunya sumber. Tetapi dosen justru menjadi fasilitator yang mendukung transfer informasi di antara generasi muda tersebut dan proses ini simultan.

Memadukan antara cara tradisional, yakni tatap muka dengan sistem pendidikan modern yang interaktif dan multimedia learning, dimana informasi dan sumber bisa datang dari mana saja, juga dari mahasiswa.

Indi mengaku sangat dekat dengan para mahasiswanya. Baginya tak ada gunanya menjadi dosen killer, dan berimbas tidak disukai mahasiswanya. ”Justru kita senang kalau mahasiswa merasa kita berperan sebagai orang tua, teman dan sahabat yang bisa mengarahkan,” jelasnya.

Dosen gaul yang menyukai bidang komunikasi sejak 1987 ini, kini aktif dan concern dalam bidang video blogger (vlog), instagram video creator, multimedia jurnalism, Online Public Relations dan Online Marketing Commmunications. Dari fokusnya tersebut, selain disibukkan mengajar Indi juga menjadi pelatih untuk bidang Cyber Public Relations dan Manajemen media kehumasan untuk diklat Pranata Humas Pusdiklat Kemkominfo. Selain itu, ia juga aktif sebagai pengisi content creator untuk channel Youtube ”Dosen Gaul Punya Karya”.
Penghobi memancing, melukis dan menulis ini mengaku menjadi dosen lebih banyak sukanya. Ia merasa bahagia ketika membuat banyak mahasiswa lulus ujian skripsi dan mengingat Indiwan. Dan apabila karyanya, naskah tulisannya dipublish di sebuah jurnal ilmiah terakreditasi, atau naskah bukunya diterbitkan dan dibaca serta diapresiasi oleh banyak pembaca.

”Cita-cita saya sebenarnya sederhana sekali, menjadi orang yang berarti dan bermanfaat bagi orang banyak. Belum tercapai seluruhnya,” Akunya.
Indi merasa, prestasi tertingginya adalah saat berhasil menyelesaikan studi di program S3, Doktor Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia. Hal tersebut merupakan perjuangan luar biasa karena ia menempuh kuliah di saat usia tidak lagi muda, dan dilaksanakan dalam situasi keluarga yang sangat tebatas di sisi keuangan, serta ketika pekerjaan begitu banyak yang  mesti dilaksanakan seiring waktu kuliah.
Pemilik motto hidup ‘bisa berarti dan bermanfaat bagi orang lain, tangan memberi lebih mulia dibanding tangan yang meminta dan Carpe Diem manfaatkanlah  hari seefektif mungkin ini mendefinisikan sukses itu adalah jika sebuah karya yang dihasilkan dihargai. Tak hanya itu, sukses juga bisa diartikan ketika usaha yang dilakukan bermanfaat dan membuat orang lain bahagia.
”Dosen yang baik itu tidak butuh penghargaan, tetapi kalo mendapat penghargaan pasti memotivasi langkah dan prestasinya kedepan. Salah satu bentuk penghargaan apabila dosen mendapat kesempatan untuk meningkatkan dan mengembangkan diri,” menurutnya.
Adapun prestasi Indi selama menjadi dosen adalah menerbitkan sejumlah buku hasil tulisannya. Terhitung sejak tahun 2006 sampai 2018, sedikitnya ada 6 buku yang telah ia publish. Yang terakhir di tahun 2018 berjudul “Semiotiika Komunikasi Aplikasi Praktis untuk penelitian dan skripsi Komunikasi”. Buku ini merupakan edisi ketiga sejak edisi perdana diterbitkan pada tahun 2011.

Pengagum Pramudya Ananta Toer ini pun memiliki kiat menjadi dosen yang baik, yang juga ia terapkan dalam kehidupannya. Yaitu tetap semangat bekerja walau digaji kurang memadai, bulatkan niat bekerja untuk Tuhan bukan untuk manusia apalagi atasan. 

”Tujuan menjadi dosen adalah bebakti dan mengabdikan segala kemampuan dan keahlian serta ilmu kita untuk mendidik dan membentuk generasi muda menjadi generasi yang membanggakan. Tetap lakukan tridharma perguruan tingggi, mengajar , meneliti dan melakukan pengabdian kepada masyarakat secara profesional,” bebernya.

Sebagai dosen, Indi berusaha melaksanakan tugas tridharmanya. Di antaranya menulis buku, yaitu dengan menggarap projek pembuatan buku ajar “Metode Penelitian Kualitatif”. Sebuah projek yang mencoba memberi informasi praktis dan dibutuhkan oleh mahasiswa tingkat akhir yang memilih Metode Penelitiann Kualitatif sebagai metode analisis skripsi mahasiswa.

Selain itu, sebagai dosen UMN pengabdian kepada masyarakat setiap tahun sedikitnya melakukan satu kali kegiatan. 
”Yang paling baru adalah penjajakan pengabdian kepada masyarakat di wilayah desa binaan UMN  di Desa Pada Beunghar Kabupaten Kuningan Jawa Barat, yang sangat membutuhkan bimbingan khususnya di bidang komunikasi pariwisata, dan strategi marketing komunikasi di daerah wisata “Rock garden” di desa tersebut,” jelasnya.
Indi berharap, di usianya yang tak lagi muda ia ingin segera menjadi professor di bidang Komunikasi. Ia juga ingin bisa menulis di Jurnal Internasional terindeks Scopus dan menulis buku minimal satu buku dalam setiap semester. ”Saya juga berharap, kampus UMN terus memfasilitasi kemampuan dan kebutuhan dosen dalam pengembanngan kemampuan dan ilmunya, lewat banyak memberi kesempatan magang, inovasi baru, strategi baru untuk mengembangkan kemampuan dosen,” tutupnya. (duniadosen.com/titisayuw)

Syarif Iqbal, Dosen Muda IULI Soroti Bidang Aviasi Hubungan Internasional

Syarif Iqbal, S. Sos, M. A dosen Hubungan Internasional (HI) di International University Liaison Indonesia (IULI), Tangerang, Banten yang concern terhadap bidang aviasi Hubungan Internasional. (Foto: Syarif Iqbal)

Menjadi dosen merupakan panggilan hati seorang Syarif Iqbal, S. Sos, M. A. Meski begitu, Iqbal yang bercita-cita sebagai pilot komersil nasional ini sebelumnya tidak pernah menyangka, jika ia langsung diterima sebagai dosen Hubungan Internasional (HI) di International University Liaison Indonesia (IULI), Tangerang, Banten.

Usai micro teaching dan melihat potensi wawasan Iqbal di bidang aviasi hubungan internasional yang juga menerbitkan buku “Politik Aviasi dan Tantangan Negara Kepulauan”, menjadi alasan khusus pihak IULI menerima Iqbal sebagai dosen.

Lantas seperti apa kisah dosen muda kelahiran Jakarta, 3 Juli 1989 dalam perjalanannya mewujudkan panggilan hatinya sebagai seorang pengajar? Berikut hasil wawancara dari duniadosen.com.

Iqbal mengungkapkan, perjalanannya untuk menjadi dosen jurusan Hubungan Internasional IULI penuh dengan hal-hal yang tidak terduga. Pada saat itu, ia mencoba untuk mendapatkan perkerjaan, baik secara langsung datang ke beberapa perusahaan ataupun melalui portal pencari kerja. Sampai akhirnya, Iqbal memenuhi panggilan interview dan micro teaching dari IULI.

Pada hari itu, ekspektasi pria berkacamata ini hanya interview perkerjaan seperti biasanya yang pernah ia lakukan. Namun ternyata berbuah dengan disepakatinya kerja sama antara dirinya dengan IULI.

”Dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr. Samuel Prasetya, Dean Faculty of Business & Social Science, dan Astrid Wiriadidjaja, M.Si Head of International Relations atas kepercayaan yang diberikan kepada saya,” ungkapnya antusias.

Sebelum memutuskan untuk berkarir menjadi dosen, Lulusan S2 Hubungan Internasional Universitas Universtas Gadjah Mada (UGM) tahun 2017 ini, sempat bekerja di Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, Internship in Fasilitas Kerja Sama Sekretariat Jenderal (July 2018-December 2018). Selanjutnya, Iqbal mencoba melamar menjadi dosen Hubungan Internasional di IULI.

”Desember 2018 saya di interview IULI. Untuk resmi mengajar, Februari ini saya mulai kelas. Tapi short semester kemarin saya diminta IULI untuk mengajar beberapa kelas,” ujarnya.

Ada beberapa alasan, sosok pemuda bertalenta ini akhirnya dipinang IULI. Menurut Iqbal, alasan pertamanya adalah Dr. Samuel Prasetya sebagai Dekan, dan Astrid Wiriadidjaya, M.Si selaku Kepala Program Studi Hubungan Internasional, bukan hanya melihat kompetensi akademik bagi calon dosen yang akan mengajar di IULI. Namun karakter dan personality lebih dinilai dari proses interview dan micro teaching yang Iqbal lakukan.

Kedua, terkait dengan keberadaan buku yang Iqbal tulis dan terbitkan. Kesamaan visi dan misi dari program studi Hubungan Internasional IULI yang memiliki konsentrasi dengan menekankan peran technology dalam politik global, ditambah dengan keberadaan jurusan Aviation Engineering dan Aviation Management.

”Saya rasa hal tersebut dapat dieksploitasi kedepannya dan menjadi salah satu alasan bagi saya untuk dapat mengajar di IULI,” jelas putra pertama dari dua bersaudara ini.

Tertarik Bidang Hubungan Internasional

Perkenalan Iqbal dengan HI, sebenarnya bisa dibilang pada masa SMA dahulu. Ia mengungkapkan, sangat suka sekali dengan berita-berita baik cetak maupun televisi, yang menyajikan isu-isu internasional. Dan dari moment itu ia mulai tertarik untuk menekuni Hubungan Internasional pada saat memilih jurusan perkuliahan S1 Hubungan Internasional di Universitas Paramadina, Jakarta.

Bagi Iqbal memerlukan beberapa waktu untuk menyukai bidang Hubungan Internasional. Nampaknya ungkapan “tak kenal maka tak sayang” benar adanya. Ketika memasuki tahun kedua atau ketiga diperkuliahan S1, ia baru benar-benar menyukai Hubungan Internasional secara kajian akademis. Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologi yang ditawarkan oleh Ilmu Hubungan Internasional baginya memberikan warna yang sangat menarik.

”Dan aviasi Hubungan Internasional menjadi concern saya dalam kajian Hubungan Internasional. Memang secara spesifik isu tersebut saat ini masih kalah pamor jika dibandingakan dengan isu-isu yang berkaitan dengan maritim. Namun, aviasi tanpa disadari merupakan wilayah yang sangat menarik untuk dikaji dengan Ilmu Hubungan Internasional. Mengingat saat ini dan kedepannya, isu-isu yang menyangkut aviasi dan ruang udara dimanfaatkan perannya sebagai instrumen untuk mencapai cita-cita politik suatu negara termasuk bagi Indonesia,” papar Iqbal.

Sejak kecil Iqbal sudah menyukai pesawat. Harus diakui, bahwa jalan hidup tidak menuntunnya untuk menjadi pilot komersil, namun aviasi sudah menjadi salah satu passion seorang Syarif Iqbal. Concern awal Iqbal memang untuk menekuni aviasi dalam kajian Hubungan Internasional sebenarnya tidak sengaja.

”Pada waktu itu saya sudah memasuki semester untuk menulis skripsi S1. Beberapa topik lainnya seperti ekonomi-politik, development, sampai diplomasi budaya sempatik menjadi draft dari skripsi tersebut. Namun, karena kurangnya minat atau belum terbukanya pikiran saya mengenai apa itu skripsi menjadikan topik-topik tesebut tidak berlanjut sampai skripsi,” jelasnya.

Iqbal menceritakan, pada suatu waktu, ia bertemu teman lama yang menjadi pilot komersil nasional di bandar udara Changi, Singapura. Pertemuan tersebut tidak berlangsung lama, karena ia baru datang untuk urus keluarga dan rekannya tersebut akan pulang ke Jakarta selepas day off. Ada satu percakapan yang sangat menarik bagi Iqbal, yaitu mengenai keberadaaan ruang udara Indonesia yang diatur oleh otoritas Singapura.

”Singkat cerita, teman saya pada saat berada di ruang udara di atas Kepulauan Riau, harus melapor kepada otoritas Singapura dan bukan kepada pihak Indonesia. Selepas saya kembali ke Jakarta, saya mencari-cari informasi kebenaran tersebut, dan dari apa yang saya temukan bahwa permasalahan ruang udara tersebut merupakan suatu kajian dalam lingkup Hubungan Internasional. Cerita selanjutnya merupakan sejarah tersendiri yang saya tuagkan kedalam buku “Politik Aviasi dan Tantangan Negara Kepulauan”,” kisahnya.

Menulis Buku Politik Aviasi dan Tantangan Negara Kepulauan

Iqbal yang fokus menyoroti bidang aviasi Hubungan Internasional merasa menerbitkan buku “Politik Aviasi dan Tantangan Negara Kepulauan” saat ini menjadi prestasi terbesarnya. Terlepas dari sudah berapa eksemplar buku yang sudah terjual, manfaat yang dibawa dari buku tersebut menjadi kepuasan batin dan prestasi tersendiri baginya.

Iqbal mengakui memang sampai saat ini belum memiliki penghargaan resmi baik dari instansi pemerintah maupun swasta. Namun, penghargaan baginya adalah ketika ada mahasiswa dari berbagai universitas negeri maupun swasta di Indonesia, dapat berdiskusi langsung dan terbantu dengan kehadiran buku Politik Aviasi dan Tantangan Negara Kepulauan.

Namun, keberadaan buku “Politik Aviasi dan Tantangan Negara Kepulauan”, tidak lepas dari salah satu passion Iqbal dalam bidang aviasi Hubungan Internasional dan ia merasakan kurangnya sumber literasi yang mengangkat isu tersebut dengan kajian Hubungan Internasional di Indonesia. Dalam prosesnya, Iqbal mengaku tidak mengalami permasalahaan atau tantangan yang berarti dari segi apapun pada penulisan buku tersebut.

”Berbagai bantuan teknis maupun non-teknis saya dapatkan baik melalui penerbit buku maupun dari orang-orang yang mendukung saya terkait tengan keberadaaan buku tersebut,” ujarnya.

Sesuai dengan komitmen serta prinsip Iqbal dalam bidang aviasi, diharapkan dalam waktu dekat akan hadir terjemahan buku “Politik Aviasi dan Tantantagan Negara Kepulauan” kedalam bahasa Inggris untuk melebarkan target pembaca. Buku-buku baru lainnya yang memiliki tema aviasi dalam kajian Hubungan Internasional akan segera dimulai penulisannya.

”Selain itu, projek lain yang melibatkan civitas akademika IULI juga akan direalisasikan. Dimana dalam project tersebut akan menghadirkan video dalam kanal YouTube yang menampilkan dialog atau talkshow mengenai fenomena Hubungan Internasional,” beber Iqbal.

Profesinya Sebagai Dosen

Iqbal mengatakan, sampai saat ini belum ada kendala dalam menggeluti profesinya sebagai dosen. Namun, jika kemudian hari sampai menemukan tantangan seperti dalam pengurusan serdos, pihaknya yakin dapat menemukan solusinya.

Pria yang juga hobi musik ini memiliki latar belakang keluarga yang tidak ada menjadikan pendidikan sebagai suatu profesi. Namun, ia percaya pendidikan tanpa predikat ‘profesi’ itu ada. Yaitu ia melihat melalui sosok sang Ibunda Maulida Nasution yang juga sebagai sosok yang menginspirasinya.

”Saya tidak akan mencapai level ini tanpa kasih sayang dan ridho beliau. Ibu saya berasal dari latar belakang keluarga yang sederhana. Opung saya, yang merupakan Bapak dari Ibu, merantau dari Sumatra Utara untuk kehidupan yang lebih baik sampai Ibu saya lahir di Jakarta. Walaupun kehidupan saya dengan Ibu berbeda dimensinya, namun beliau tidak melupakan dan mengajarkan kepada saya dan adik mengenai “jiwa struggle” yang tidak lepas dari kehidupan manusia,” papar Iqbal.

Sang Ibu yang memiliki jiwa pantang menyerah begitu menginspirasi sang putra dalam mengarungi kehidupannya. Terlepas dari darah Sumateranya yang mengalir, hal tersebut merupakan inspirasi tersendiri bagi Iqbal yang akan menjadi bekal di kehidupan sekarang dan masa depan.

”Jangan sombong. Sepertinya nasihat tersebut yang paling saya ingat dari seorang Ibu,” ucap Iqbal.
Iqbal menyatakan, jika semua orang yang mendedikasikan dirinya untuk ilmu pengetahuan melalui profesi guru atau dosen, memiliki tujuan. Yaitu ingin melihat anak didiknya untuk maju dan berkembang. Selain itu, kontribusi pengetahuan yang dimiliki berguna untuk masyarakat luas dan Negara.

Iqbal memaparkan, ilmu pengetahuan selalu bergerak cepat seiring dengan perubahan zaman akibat arus globalisasi yang tidak bisa dihindarkan. I personally believe, hal tersebut menjadi tantangan bagi para dosen saat ini di setiap disiplin ilmu yang menjadi spesialisasinya masing-masing. Seperti contoh, dengan pesatnya arus informasi, sebagai tenaga pengajar mengahruskan beradaptasi dengan hal-hal baru yang terbilang revolusioner, kembali untuk metodologi pengajaran, maupun isu-isu yang ditawarkan kepada mahasiswa.

”Menurut saya, cita-cita itu bukan hanya terpaku menjadi seorang apa dalam hal profesi, namun juga menemukan jalan hidup yang membutuhkan proses. Cita-cita saya semasa kecil ingin menjadi pilot komersial, namun ternyata jalan Tuhan menjadikan saya seorang dosen, dan penulis buku referensi  yang berkaitan dengan dunia aviasi,” terang penghobi travelling ini.

Revolusi Industri 4.0 dalam Bidang Aviasi

Iqbal berujar, ‘kita tidak bisa menilai teknologi’, kalimat tersebut merupakan kunci realitas kehidupan saat ini dan masa depan. Cepat beradaptasi dan mampu untuk mengeksploitasi merupakan strateginya sebagai dosen dalam menghadapai industri 4.0.

Ia melanjutkan, Hubungan Internasional pada dasaranya merupakan disiplin ilmu yang menuntut kecepatan arus informasi dalam kaitan fenomena-fenomena atau yang terjadi di dunia.  Penggunaan teknologi bukan merupakan hal asing bagi kajian Hubungan Internasional.

Revolusi industri 4.0 sendiri pun merupakan suatu kajian dalam Hubungan Internasional, mengingat social and political impact yang dirasakan oleh aktor internasional sansat berpengaruh terhadap industri 4.0.

”Tentu saya mencoba untuk mengkolaborasikan antara materi dalam Hubungan Internasional dengan perkembangan teknologi.  Satu hal yang sederhana, dalam presentasi materi-materi tersebut dengan menggunakan software terbaru sesuai dengan prinsip saya untuk memperbanyak visualisasi tentang apa itu Hubungan Internasional,” terangnya.

Sukses Menurut Iqbal

Menurut saya indikator sukses sangat beragam  jenisnya. Ada yang melihat dari jumlah materi, posisi jabatan, dan atau seberapa banyak penghargaan bagi seseorang. Saya tidak akan naif mengenai indikator-indikator tersebut sebagai pengertian dari suksesnya seseorang. Namun bagi saya, menjadi manusia yang berguna bagi orang lain menjadi dasar bagi saya untuk menuju kesusesan.

”Saya percaya akan adanya sistem reward and punishment. Penghargaan bagi saya itu sangat penting. Mengingat penghargaan bukan hanya apresisasi positif terhadap keberhasilan suatu hal secara individu, tetapi jauh lebih bermakna jika penghargaan tersebut juga berdampak pada orang-orang di sekitar, dalam artian memiliki social impact yang luas,” pungkas pemilik pemilik motto hidup ‘Do the things right, and do the right things’ tersebut. (duniadosen.com/titisayuw)